MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MELALUI PERKEMBANGAN KOGNITIF: RELEVANSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN DALAM PEMBELAJARAN PPKN
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MELALUI PERKEMBANGAN KOGNITIF: RELEVANSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN DALAM PEMBELAJARAN PPKN
Pendahuluan
Proses pembelajaran tidak hanya bertujuan untuk menyampaikan informasi,
tetapi juga untuk membentuk kemampuan berpikir siswa agar mereka dapat
memahami, menganalisis, dan mengevaluasi materi pelajaran secara kritis. Dalam
konteks mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), peran
kemampuan berpikir menjadi sangat penting. Siswa tidak hanya dituntut untuk
mengetahui konsep-konsep seperti Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI, tetapi juga untuk mengimplementasikan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan nyata.
Sebagai contoh nyata, seorang siswa SMA yang diberi tugas menganalisis
konflik sosial di masyarakat akan menunjukkan kemampuannya berpikir kritis jika
ia dapat mengidentifikasi akar permasalahan, memberikan solusi berdasarkan
nilai Pancasila, dan menghubungkan peristiwa tersebut dengan prinsip-prinsip
keadilan sosial. Namun, tantangan muncul ketika siswa tidak mampu memahami
konsep abstrak seperti pluralisme atau hak asasi manusia, sehingga pembelajaran
menjadi kurang efektif. Masalah ini
sering kali disebabkan oleh kurangnya perhatian pada faktor perkembangan
kognitif siswa dalam merancang strategi pembelajaran.
Sebagai pendidik, memahami perkembangan kognitif siswa dapat menjadi kunci untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih efektif dan bermakna. Identifikasi Masalah Bagaimana perkembangan kognitif siswa memengaruhi kemampuan mereka dalam memahami materi PPKn? Strategi pembelajaran seperti apa yang dapat mendukung perkembangan kognitif siswa? Apa saja tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan strategi berbasis perkembangan kognitif?
Perkembangan Kognitif Menurut John Piaget ( Nazwa Erra Rahmadany)
Pembahasan
Konsep Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif merujuk pada perubahan kemampuan berpikir
seseorang seiring dengan bertambahnya usia. Salah satu teori yang paling
terkenal tentang perkembangan kognitif dikemukakan oleh Jean Piaget, yang
membagi perkembangan ini menjadi empat tahap utama, yaitu:
1.
Tahap sensori-motor (0-1,5 tahun): Pada tahap ini, mulai dari
lahir hingga berusia dua tahun, bayi belajar tentang diri mereka sendiri dan
dunia mereka melalui indera mereka yang sedang berkembang dan melalui aktivitas
motor.
2.
Tahap pra-operasional (1,5-6 tahun):
anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal diluar
dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang teroganisasikan.
Anak sudah dapat memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda
–tanda dan simbol. Cara berpikir anak pada per tingkat ini bersifat tidak
sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis.
3.
Tahap Operasional Kongkrit (6-12 tahun):
anak sudah cukup matang untuk
menggunakan pemikiran logika atau operasi, tetapi hanya untuk objek fisik yang
ada saat ini. Dalam tahap ini, anak telah hilang kecenderungan terhadap animism
dan articialisme. Egosentrisnya berkurang dan kemampuannya dalam tugas-tugas
konservasi menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka,
anak-anak pada tahap operasional kongkrit masih mengalami kesulitan besar dalam
menyelesaikan tugas-tugas logika. (Matt Jarvis, 2011:149-150).
4.
Tahap Operasional Formal (12 tahun
ke atas): Pada umur 12 tahun ke atas, timbul periode operasi baru. Periode ini
anak dapat menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi yang
lebih kompleks. ( Matt Jarvis, 2011:111). Kemajuan pada anak selama periode ini
ialah ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa kongkrit,
ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu memahami
bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen dan karena itu disebut
operasional formal, yang sangat penting dalam pembelajaran PPKn karena siswa
diharapkan dapat menganalisis masalah sosial secara kritis. Tahap operasional
formal adalah tahap yang relevan untuk siswa SMA, di mana mereka mulai mampu
memahami konsep-konsep abstrak seperti keadilan, demokrasi, dan toleransi.
Penerapan Konsep Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran PPKn
Pendekatan Kontekstual Mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi kehidupan nyata membantu siswa memahami konsep abstrak. Misalnya, saat membahas sila ketiga Pancasila tentang persatuan Indonesia, guru dapat menggunakan contoh konflik sosial yang terjadi di Indonesia untuk mengilustrasikan pentingnya toleransi dan persatuan
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Metode ini mengarahkan siswa untuk
memecahkan masalah nyata yang relevan dengan materi PPKn. Sebagai contoh, guru
dapat memberikan skenario tentang Bhinneka Tunggal Ika dan meminta siswa
merancang solusi berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Penggunaan Media Visual Media visual seperti info
grafik, video, atau simulasi interaktif dapat membantu siswa memahami konsep
abstrak dengan lebih mudah. Misalnya, konsep Bhinneka Tunggal Ika dapat
dijelaskan melalui video pendek yang menggambarkan toleransi. Diskusi Kelompok Diskusi kelompok memberikan
kesempatan bagi siswa untuk saling berbagi perspektif, yang pada akhirnya dapat
memperkaya pemahaman mereka. Dalam pembelajaran PPKn, guru dapat meminta siswa
berdiskusi tentang bagaimana menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari.
Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Kuhn (2009) menunjukkan bahwa siswa yang
belajar melalui diskusi kelompok dan metode berbasis masalah menunjukkan
perkembangan kognitif yang lebih signifikan dibandingkan dengan siswa yang
hanya mendengarkan ceramah. Di Indonesia, studi oleh Widodo (2018) menemukan
bahwa pendekatan kontekstual dalam pembelajaran PPKn meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa hingga 35%. Selain
itu, penelitian oleh Utami (2022) menunjukkan bahwa penggunaan media visual,
seperti video animasi, membantu siswa memahami konsep abstrak dengan lebih
cepat dan efektif. Hal ini relevan dalam pembelajaran PPKn, di mana banyak
konsep yang membutuhkan pemahaman abstrak, seperti pluralisme atau supremasi
hukum.
Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Berbasis Perkembangan Kognitif
A.
Kelebihan:
1.
Menjadikan siswa lebih kreatif dan
mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
2.
Sebagian besar dalam kurikulum
pendidikan negara Indonesia lebih menekankan pada teori kognitif yang
mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang dimiliki pada setiap individu.
3.
Pada metode pembelajaran kognitif
pendidik hanya perlu memberikan dasar-dasar dari materi yang diajarkan untuk
pengembangan dan kelanjutannya diserahkan pada peserta didik, dan pendidik
hanya perlu memantau, dan menjelaskan dari alur pengembangan materi yang telah diberikan.
4.
Dengan menerapkan teori kognitif
ini maka pendidik dapat memaksimalkan ingatan yang dimiliki oleh peserta didik
untuk mengingat semua materi-materi yang diberikan karena pada pembelajaran
kognitif salah satunya menekankan pada daya ingat peserta didik untuk selalu
mengingat akan materi-materi yang telah diberikan.
5.
Menurut para ahli kognitif itu sama
artinya dengan kreasi atau pembuatan satu hal baru atau membuat suatu yang baru
dari hal yang sudah ada, maka dari itu dalam metode belajar kognitif peserta
didik harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru yang belum ada atau
menginovasi hal yang yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
6.
Metode kognitif ini mudah untuk
diterapkan dan juga telah banyak diterapkan pada pendidikan di Indonesia dalam
segala tingkatan.
B.
Kekurangan:
1.
Teori tidak menyeluruh untuk semua
tingkat pendidikan, sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut, beberapa
prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
2.
Pada dasarnya teori kognitif ini
lebih menekankan pada kemampuan ingatan peserta didik, dan kemampuan ingatan
masing-masing peserta didik, sehingga kelemahan yang terjadi di sini adalah
selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat yang
sama dan tidak dibeda-bedakan.
3.
Adakalanya juga dalam metode ini
tidak memperhatikan cara peserta didik dalam mengeksplorasi atau mengembangkan
pengetahuan dan cara-cara peserta didiknya dalam mencarinya, karena pada
dasarnya masing-masing peserta didik memiliki cara yang berbeda-beda.
4.
Apabila dalam pengajaran hanya
menggunakan metode kognitif, maka dipastikan peserta didik tidak akan mengerti
sepenuhnya materi yang diberikan.
5.
Jika dalam sekolah kejuruan hanya
menggunakan metode kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain maka peserta
didik akan kesulitan dalam praktek kegiatan atau materi.
6. Dalam menerapkan metode pembelajaran kognitif perlu diperhatikan kemampuan peserta didik untuk mengembangkan suatu materi yang telah diterimanya
Kesimpulan
Perkembangan kognitif adalah fondasi penting dalam pembelajaran, terutama dalam mata pelajaran seperti PPKn yang menuntut siswa untuk berpikir kritis dan analitis. Dengan memahami konsep ini, guru dapat menciptakan strategi pembelajaran yang lebih efektif dan bermakna, seperti pembelajaran berbasis masalah, pendekatan kontekstual, dan penggunaan media visual. Perkembangan kognitif sangat memengaruhi kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Strategi seperti PBL, diskusi kelompok, dan penggunaan media interaktif dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir siswa. Meskipun terdapat tantangan dalam implementasinya, manfaat pendekatan ini jauh lebih besar bagi keberhasilan pembelajaran. Pendidik perlu lebih aktif menerapkan pendekatan berbasis perkembangan kognitif untuk menciptakan pembelajaran yang relevan dan bermakna. Mengoptimalkan perkembangan kognitif siswa bukan hanya tentang meningkatkan pemahaman materi, tetapi juga tentang membentuk generasi yang mampu berpikir kritis, analitis, dan bijaksana dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Daftar Pustaka
Aslamiah, M., Ariani, I., Wati, N. W., Wulandari, M., Ali, M. H., &
Tohazri, M. O. (2024). PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK MELALUI PENERAPAN
KURIKULUM MERDEKA PADA KELAS VII SMP 1 LINGSAR. Khazanah Pendidikan, 18(2).
Baharuddin. 2015. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Ar
Ruzz Media
Capon, N., & Kuhn, D. (2010). What’s so good about problem-based
learning? Cognition and Instruction, 22(1), 61–79.
https://doi.org/10.1207/s1532690xci2201_3
Dr. Syamsidah, M.Pd., Dr. Hamidah Suryani, M.Pd. (2018). Buku Model
Problem Based Learning (PBL). DEEPUBLISH. Yogyakarta.
Fatimah Ibda. (2015). PERKEMBANGAN KOGNITIF: TEORI JEAN PIAGET. Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Ar-Raniry.
Kharisma, Rifda, Putri. 2018. Kelebihan dan Kelemahan Teori
Kognitivisme. Lihat
https://www.scribd.com/doc/243229152/Kelebihan-Dan-KelemahanTeori-Kognitivisme.diakses
13 November .
Matt Jarvis, Teori-Teori Psikologi, Cet. X, Bandung: Nusa Media, 2011,
hal. 142
Utami, N. (2022). Pengaruh Media Pembelajaran Video Animasi terhadap
Hasil Belajar Tentang Dinamika Perwujudan Pancasila Sebagai Dasar Negara dan
Pandangan Hidup Bangsa. Skripsi, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Anggota Kelompok 12:
Nazwa Erra Rahmadany (2303050103)
Joel Lambas Lubis (2303050105)
Post a Comment